Toko Buku Gunung Agung, Sejarah dan Perkembangannya

Khaerudin

toko buku gunung agung

Reformasi.co.id – Semua hal memiliki zamannya masing-masing. Ungkapan ini tepat kiranya tertuju pada Toko Buku Gunung Agung.

Pernah menjadi raja toko buku yang menggurita, kini seluruh cabang toko bukunya resmi ditutup massal pada tahun 2023 ini.

PT Gunung Agung Tiga Belas yang merupakan perusahaan pemilik Toko Buku Gunung Agung menjelaskan penjualan buku tak bisa menutup operasional.

Akibat dari nihilnya keuntungan tersebut membuat perusahaan terus merugi selama bertahun-tahun. PHK massal pun tak terhindarkan.

Sejarah Toko Buku Gunung Agung

Toko Buku Gunung Agung bermula dari kios kecil di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat. Toko tersebut mulai ramai pada tahun 1953.

Keramaian toko buku ini dikenal luas seantero tanah air. Sehingga Kwitang menjadi pusat pembelian buku-buku murah.

Lantas Toko Buku Gunung Agung kemudian merambah ke alat-alat perkantoran dan mulai membuka cabang yang ikut ke pusat perbelanjaan.

Toko Buku Gunung Agung hanya kalah dari Toko Buku Gramedia yang memang punya gurita bisnis luar biasa juga.

Pemilik Toko Buku Gunung Agung

Toko Buku Gunung Agung pada mulanya dimiliki oleh Tjio Wie Tay atau dikenal dengan Haji Masagung.

Haji Masagung pada mulanya menjual buku, surat kabar, dan majalah dengan nama Thay San Kongsie.

Pertumbuhan Toko Buku Gunung Agung membuat Haji Masagung mendirikan Firma Gunung Agung, yang memiliki bisnis utama impor buku dari luar negeri.

Usaha lain dari firma ini adalah penerbitan buku. Ketika semakin besar, maka didirikanlah Toko Buku Gunung Agung di Kwitang Jakarta Pusat dalam satu bangunan besar berlantai empat.

Pada tahun 1986, bisnis Haji Masagung diteruskan anaknya, Putra Masagung, Made Oke Masagung, dan Ketut Masagung. Sepeninggal Haji Masagung, bisnisnya pun dibagi.

Sayangnya, Putra Masagung sakit-sakitan dan harus mundur dari Grup Gunung Agung. Ia berkonsentrasi di toko buku saja, yakni Toko Buku Gunung Agung.

Ketut Masagung pun mundur juga dari grup tersebut, dan memilih membuat toko buku lainnya, yakni Toko Buku Walisongo di Kwitang juga.

Lantas bagaimana nasib Made Oka Masagung?

Mulai Terpuruk

Made Oka Masagung merupakan sosok yang paling moncer dibanding dua saudaranya itu. Bisnisnya menggurita hingga memiliki bank bernama Bank Arta Prima, money changer, perusahaan investasi, dan properti.

Sayangnya bisnis Oka ini terlalu cepat meluas, sehingga terjadi banyak masalah.

Tanda mulai surut adalah dijualnya kepemilikan saham 80% di Grup Gunung Agung kepada PT Kosgoro. Sebabnya Oka punya hutang hingga Rp450 miliar.

Bahkan kabarnya pelimpahan saham itu pun dilakukan lewat sambungan telepon, karena Oka terbaring sakit di sebuah RS di Amerika Serikat.

Grup Gunung Agung pun surut, dan semua bisnisnya sekarat. Dan itu terjadi pada 1993.

Kini 30 tahun setelahnya, orang-orang juga tidak akan lagi melihat Toko Gunung Agung berdiri di banyak pusat perbelanjaan di Indonesia.

Karena toko buku ini tak sanggup lagi menjalankan roda operasional karena kurang lakunya penjualan buku saat ini.

Benar kata sebuah ungkapan, “Setiap masa ada orangnya, dan setiap orang ada masanya”.

Also Read

Leave a Comment

Ads - Before Footer