Reformasi.co.id – Meski tak dipakai dalam penanggalan modern, pada kenyataannya, sebagian orang masih menggunakan kalender Jawa.
Penggunaan kalender jawa biasanya dipakai untuk menentukan ‘hari baik’, kecocokan pasangan, nasib seseorang, hingga perkiraan kejadian tertentu.
Kalender Jawa bahkan masih dipakai di beberapa daerah secara reguler, apalagi dalam menentukan hari pasaran.
Maka dalam masyarakat Indonesia, kerap dijumpai pasar kliwon, pasar legi, dan seterusnya. Ini menggambarkan kalender Jawa masih melekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia secara umum.
Lantas bagaimana sejarah kalender Jawa?
Sejarah Kalender Jawa
Kalender Jawa memiliki asal-usulnya dari Hindu-Buddha dan dipengaruhi oleh peradaban India kuno. Sejarah kalender ini dimulai pada abad ke-5 Masehi ketika kerajaan-kerajaan Hindu seperti Kerajaan Tarumanagara dan Kerajaan Kalingga menggunakan sistem penanggalan Hindu yang disebut Saka.
Kalender Jawa yang dikenal saat ini mengalami perkembangan lebih lanjut pada masa Kerajaan Mataram Kuno pada abad ke-8 hingga ke-10 Masehi. Raja-raja Mataram Kuno memainkan peran penting dalam mengembangkan dan menyesuaikan kalender ini dengan budaya dan tradisi lokal Jawa.
Seiring waktu, unsur-unsur kebudayaan dan agama Islam mulai mempengaruhi kalender Jawa. Pada abad ke-16 Masehi, terjadi penyusunan ulang dan sinkronisasi dengan kalender Hijriyah Islam, yang menyebabkan sistem penanggalan Jawa saat ini, yang sering disebut “Kalender Jawa Tahun Baru” atau “Tahun Saka.”
Kalender Jawa Tahun Baru dirayakan pada bulan Sura (sekitar bulan Januari dalam kalender Gregorian). Selain itu, kalender ini memiliki sistem penanggalan lima hari dalam satu minggu, yang disebut “Pancawara,” serta sistem penanggalan tujuh hari dalam satu minggu, yang disebut “Wuku.”
Salah satu fitur menarik dari kalender Jawa adalah penentuan hari baik dan hari buruk, yang disebut “Weton.” Weton ditentukan berdasarkan kombinasi hari dalam minggu dan Wuku.
Orang Jawa mempercayai bahwa Weton dapat mempengaruhi nasib dan keberuntungan seseorang, sehingga penting untuk memilih tanggal yang baik untuk acara penting, seperti pernikahan atau upacara keagamaan.
Meskipun kalender Gregorian yang umum digunakan sebagai sistem penanggalan resmi di Indonesia sejak masa kolonial, kalender Jawa tetap dihargai dan digunakan dalam konteks kebudayaan, tradisi, dan upacara adat hingga saat ini.
Hari Pasaran
Dalam Kalender Jawa, terdapat dua sistem penanggalan, yaitu sistem hari pasaran yang terdiri dari lima hari dalam satu minggu dan sistem Wuku yang terdiri dari 30 kombinasi hari.
Berikut adalah daftar hari-hari dalam Kalender Jawa:
- Legi
- Pahing
- Pon
- Wage
- Kliwon
Sistem Wuku
Wuku adalah sistem penanggalan dalam Kalender Jawa yang terdiri dari 30 kombinasi unik antara siklus lima hari (pasaran) dan siklus enam puluh hari (Pawukon).
Setiap kombinasi Wuku memiliki nama dan dianggap memiliki karakteristik serta pengaruh yang berbeda terhadap kehidupan dan keberuntungan orang-orang yang lahir pada hari tersebut. Wuku juga digunakan dalam berbagai upacara adat dan perhitungan kalender Jawa.
- Sinta
- Landep
- Wukir
- Kurantil
- Tolu
- Gumbreg
- Warigalit
- Warigagung
- Julungwangi
- Sungsang
- Galungan
- Kuningan
- Langkir
- Mandhasiya
- Julungpujut
- Pahang
- Kuruwelut
- Marakeh
- Tambir
- Medhang
- Maktal
- Watugunung
- Watangka
- Umanis
- Dukut
- Asu
- Kulu
- Wariga
- Wiron
- Kurantil
Weton
Weton adalah sistem penentuan hari dalam Kalender Jawa yang merupakan kombinasi dari hari pasaran (pancawara) dan Wuku. Setiap Weton memiliki arti dan pengaruh khusus pada individu yang lahir atau melakukan kegiatan pada hari tersebut.
Misalnya, jika seseorang lahir pada hari Weton “Legi,” maka karakteristik yang terkait dengan Weton Legi dapat dikaitkan dengannya. Orang Jawa percaya bahwa Weton dapat memengaruhi kepribadian, nasib, dan peruntungan seseorang.
Oleh karena itu, Weton sering dipertimbangkan dalam pemilihan tanggal untuk acara penting seperti pernikahan, kelahiran anak, atau acara keagamaan.
Berikut adalah daftar lima kombinasi Weton dalam Kalender Jawa:
- Weton “Legi”
- Legi + Sinta
- Legi + Landep
- Legi + Wukir
- Legi + Kurantil
- Legi + Tolu
- Weton “Pahing”
- Pahing + Sinta
- Pahing + Landep
- Pahing + Wukir
- Pahing + Kurantil
- Pahing + Tolu
- Weton “Pon”
- Pon + Sinta
- Pon + Landep
- Pon + Wukir
- Pon + Kurantil
- Pon + Tolu
- Weton “Wage”
- Wage + Sinta
- Wage + Landep
- Wage + Wukir
- Wage + Kurantil
- Wage + Tolu
- Weton “Kliwon”
- Kliwon + Sinta
- Kliwon + Landep
- Kliwon + Wukir
- Kliwon + Kurantil
- Kliwon + Tolu
Setiap kombinasi Weton memiliki arti dan makna tertentu, dan dipercayai memiliki pengaruh pada karakter dan keberuntungan seseorang.
Oleh karena itu, ketika merencanakan acara penting seperti pernikahan atau upacara keagamaan, orang Jawa sering memperhatikan kombinasi Weton untuk memilih tanggal yang dianggap menguntungkan dan harmonis.