Jakarta – Polres Metro Jakarta Utara mengumumkan penambahan tiga tersangka baru dalam kasus kekerasan yang mengakibatkan kematian Putu Satria Ananta (19), seorang taruna tingkat satu di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta Utara.
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, menyampaikan hal ini dalam sebuah konferensi pers pada Rabu (8/5/2024) tadi malam.
Menurut Kombes Gidion, ketiga tersangka baru ini adalah taruna tingkat dua STIP yang berinisial AK, WJP, dan FA. Mereka diduga terlibat dalam aksi kekerasan yang menyebabkan kematian Putu Satria Ananta, bersama tersangka utama, TRS.
Tersangka FA, menurut Kombes Gidion, diduga memainkan peran penting dalam kejadian tersebut dengan memanggil korban turun dari lantai tiga ke lantai dua dengan perintah, “Woi…tingkat satu yang memakai PDU, sini.”
Selain itu, FA juga diyakini berperan sebagai pengawas saat TRS melakukan kekerasan terhadap korban. Bukti dari kamera pengawas dan kesaksian beberapa saksi mendukung keterlibatan FA dalam peristiwa tersebut.
Sementara itu, WJP diduga turut serta dalam kekerasan tersebut dengan mengucapkan, “jangan malu-malu ini JPDM kasi paham,” saat proses kekerasan terjadi pada korban. Bahkan, ketika korban dipukul, WJP mengatakan, “bagus tidak raderest,” menunjukkan dukungannya terhadap tindakan kekerasan.
Tersangka ketiga, KAK, diyakini turut serta dalam kekerasan tersebut dengan menunjuk-nunjuk korban saat aksi kekerasan terjadi.
“Pelaku ini juga mengucapkan kata, adikku saja ini mayoret terpercaya,” ungkap Kombes Gidion.
Ketiga tersangka ini dijerat dengan Pasal 351 ayat 3 Pasal 55 juncto 56 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
“Mereka turut serta dalam melancarkan aksi pidana ini,” tegas Kombes Gidion.
Setelah penetapan sebagai tersangka, ketiga pelaku langsung ditahan oleh pihak berwajib. “Kami akan terus mengembangkan kasus ini hingga semua aspek hukum terungkap,” tambahnya.
Sebelumnya, seorang taruna tingkat dua STIP dengan inisial TRS telah ditetapkan sebagai tersangka utama dalam kasus ini. Kematian Putu Satria Ananta pada Jumat, 3 Mei, menyoroti masalah kekerasan di lingkungan pendidikan.
Polisi telah memeriksa 43 saksi terkait kasus ini, termasuk 36 taruna tingkat satu dan dua, serta taruna tingkat empat. Mereka juga memeriksa pengasuh STIP, dokter klinik, dokter Rumah Sakit Tarumanegara Bekasi, ahli pidana, dan ahli bahasa.
Sejumlah barang bukti, seperti rekaman kamera pengawas, hasil visum korban, serta pakaian tersangka dan korban, telah diamankan untuk proses penyelidikan. Hasil visum menunjukkan adanya luka lecet di mulut, luka benturan di perut, dan pendarahan di dalam tubuh korban, mengindikasikan kekerasan yang dialaminya sebelum meninggal.
Kematian Putu Satria Ananta menimbulkan keprihatinan mendalam di kalangan masyarakat, serta menuntut penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan di lingkungan pendidikan.